Semua proses pendidikan pada
akhirnya harus menghasilkan perubahan perilaku yang lebih matang secara
psikologis dan sosiokultural. Karena itu inti dari pendidikan, termasuk
Pendidikan Kewarganegaraan, adalah belajar (learning). Dalam konteks pendidikan
formal dan nonformal, proses belajar merupakan misi utama dari proses pembelajaran
(instruction).
Secara normatif, dalam Pasal 1
butir 20 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dirumuskan
bahwa ”pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Satuan pendidikan (SD/MI,
SMP/MTs, SMA/MA/SMK) merupakan suatu lingkungan belajar pendidikan formal yang terorganisasikan
mengikuti legal framework yang ada. Oleh karena itu, proses belajar dan
pembelajaran harus diartikan sebagai proses interaksi sosiokultural-edukatif
(kerjasama) dalam konteks satuan pendidikan, bukan hanya dibatasi pada konteks
klasikal mata pelajaran.
Dalam kontes itu, Pendidikan
Kewarganegaraan dalam pengertian generik harus diwujudkan dalam keseluruhan
proses pembelajaran, bukan hanya dalam pembelajaran mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dan Kajian Kewarganegaraan. Oleh karena itu, konsep kajian
kewarganegaraan menjadi sangat relevan dalam upaya menjadikan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila sebagai ingredient pembangunan watak dan peradaban
Indonesia yang bermartabat. Dalam konteks itu satuan pendidikan seyogyanya
dikembangkan sebagai satuan sosiokultural-edukatif yang mewujudkan nilai-nilai
Pancasila dalam praksis kehidupan satuan pendidikan yang membudayakan dan
mencerdaskan.
0 Response to "PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) sebagai Praksis Pembelajaran "
Post a Comment