Warga negara yang memiliki
kesadaran berkonstitusi merupakan warga negara yang memiliki kemelekkan
terhadap konstitusi (constitutional
literacy). Berkaitan dengan hal tersebut, Toni Massaro (dalam Brook
Thomas,1996:637) menyatakan bahwa kemelekkan terhadap konstitusi akan
mengarahkan warga negara untuk berpartisipasi melaksanakan kewajibannya sebagai
warga negara.
Berkaitan dengan itu Winataputra
(2007) mengidentifikasi beberapa bentuk kesadaran berkonstitusi bagi warga
negara Indonesia yang meliputi:
a.
Kesadaran dan kesediaan untuk
mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia sebagai hak asasi bangsa
dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: belajar/bekerja keras untuk
menjadi manusia Indonesia yang berkualitas, siap membela negara sesuai
kapasitas dan kualitas pribadi masing-masing, dan rela berkorban untuk
Indonesia.
b.
Kesadaran dan pengakuan bahwa
kemerdekaan Indonesia sebagai bangsa sebagai rahmat Allah Yang Maha Kuasa
dengan perwujudan perilaku sehari hari antara lain: selalu bersyukur, tidak
arogan, dan selalu berdoa kepada Allah Yang Maha Kuasa.
c.
Kepekaan dan ketanggapan terhadap
kewajiban pemerintah negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara
lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik
perlindungan negara.
d.
Kepekaan dan ketanggapan terhadap
kewajiban Pemerintah Negara untuk memajukan kesejahteraan umum dengan
perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap kritis, skeptis, dan
adaptif terhadap kebijakan publik perlindungan negara.
e.
Kepekaan dan ketanggapan terhadap
kewajiban Pemerintah Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap kritis, skeptis, dan
adaptif terhadap kebijakan publik pencerdasan kehidupan bangsa.
f.
Kepekaan dan ketanggapan terhadap
kewajiban Pemerintah Negara yang melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dengan perwujudan perilaku
sehari-hari antara lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap
kebijakan publik hubungan luar negeri Indonesia.
g.
Kemauan untuk selalu memperkuat
keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan perwujudan perilaku
sehari-hari antara lain: menjalankan ibadah ritual dan ibadah sosial menurut
keyakinan agamanya masing-masing dalam konteks toleransi antar umat beragama.
h.
Kemauan untuk bersama-sama
membangun persatuan dan kesatuan bangsa dengan perwujudan perilaku sehari-hari
antara lain: bersikap tidak primordialistik, berjiwa kemitraan pluralistik, dan
bekerja sama secara profesional.
i.
Kemauan untuk bersama-sama
membangun jiwa kemanusiaan yang adil dan beradab dengan perwujudan perilaku
sehari-hari antara lain: menghormati orang lain seperti menghormati diri
sendiri, memperlakukan orang lain secara proporsional, dan bersikap empatik
pada orang lain.
j.
Kesediaan untuk mewujudkan
komitmen terhadap keadilan dan kesejahteraan dengan perwujudan perilaku
sehari-hari antara lain: tidak bersikap mau menang sendiri, tidak bersikap
rakus dan korup, dan biasa berderma.
Berbagai bentuk kesadaran
berkonstitusi warga negara sebagaimana diuraikan di atas dapat dapat terwujud
jika didukung oleh berbagai faktor yang mendorong terciptanya warga negara yang
sadar berkonstitusi. Salah satunya adalah dengan pendidikan berkonstitusi
melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan berkonstitusi merupakan hal
terpenting yang harus dioptimalkan untuk menciptakan warga negara yang memiliki
kesadaran berkonstitusi.
Persoalan yang terjadi di
Indonesia saat ini yang ada kaitannya dengan pemahaman warga negara terhadap
konstitusi adalah semakin meluasnya materi muatan dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai dampak dilakukannya perubahan
konstitusi sebanyak empat kali. Sebelum perubahan, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 berisi 71 butir ketentuan. Setelah perubahan,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berisi 199 butir
ketentuan atau bertambah sekitar 141%. Dari 199 butir ketentuan tersebut,
naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang masih asli
tidak mengalami perubahan hanya sebanyak 25 butir ketentuan (12%), sedangkan
selebihnya sebanyak 174 butir ketentuan (88%) merupakan materi baru.
Hal tersebut menyebabkan
paradigma pemikiran yang terkandung dalam rumusan pasal-pasal UUD 1945 juga
benar-benar berbeda dari paradigma yang terkandung dalam naskah asli (UUD RI
1945 yang disyahkan tanggal 18 Agustus 1945).Jika semua warga negara Indonesia
sudah mengetahui seluruh isi UUD 1945 sebelum amandemen, sebenarnya pada saat
sekarang ini mereka hanya mengetahui 25 butir ketentuan (12%) dari
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan 174 butir
ketentuan (88%) lainnya masih banyak belum dimengerti. Itulah sebabnya perlu
upaya sungguh-sungguh untuk melakukan pendidikan kesadaran berkonstitusi
(Budimansyah dan Suryadi).
Pendidikan kesadaran
berkonstitusi merupakan hal terpenting yang harus dioptimalkan untuk
menciptakan warga negara yang memiliki kesadaran berkonstitusi. Hal tersebut
digariskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia. Misalnya, dalam usulan BP KNIP tanggal 29 Desember 1945 dikemukakan
bahwa “Pendidikan dan pengajaran harus membimbing murid murid menjadi
warganegara yang mempunyai rasa tanggung jawab”, yang kemudian oleh Kementerian
PPK dirumuskan dalam tujuan pendidikan”…untuk mendidik warganegara yang sejati
yang bersedia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negara dan masyarakat”.
Selanjutnya dalam UU Nomor 4
Tahun 1950 Bab II Pasal 3 (Djojonegoro,1996:76) dirumuskan secara lebih
eksplisit menjadi“…membentuk manusia susila yang cakap dan warganegara yang
demokratis, serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah
air”, dan dalam UU Nomor 12 Tahun 1954 yang dilengkapi dengan Keputusan
Presiden RI Nomor 145 Tahun 1965 rumusannya diubah menjadi “…melahirkan
warganegara sosialis, yang bertanggung jawab atas terselenggaranya Masyarakat
Sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spirituil maupun materiil dan jang
berjiwa Pancasila”.
Kemudian, dalam Pasal 4 UU Nomor 2
Tahun 1989 tentang Sisdiknas dirumuskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah“…mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,…”, yang
ciri-cirinya dirinci menjadi “…beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan..”. Dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas Pasal 3 digariskan dengan tegas bahwa tujuan pendidikan nasional
adalah untuk ”...berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab”. Dengan kata lain, sejak tahun 1945 sampai sekarang
instrumen perundangan sudah menempatkan pendidikan kesadaran berkonstitusi
sebagai bagian integral dari pendidikan nasional.
0 Response to "Bentuk-bentuk Kesadaran Berkonstitusi Bagi Warga Negara Indonesia"
Post a Comment