Kabar untuk Sofi
Betul kaubilang,
Sofi. Kata orang puisi adalah nurani. Demikianlah panyair-penyair di Negeri
Bayang sepertimu akan disertai oleh para orang bernurani setiap mereka akan
mati. Katamu, akan ada penyair yang saat kematiannya, orang tua dan anak muda
yang berhati nurani pun akan menangis dan rela menjadi pelayatnya walau
sebelumnya tak pernah mengenal biografi si penyair.
Katamu, mereka akan
mengantarkan jenazah si penggubah kata hingga ke lubang makam. Kau bilang suara
doa, untaian puisi, lagu kerakyatan, akan terdengar saat tanah digali dan
bunga-bunga akan segera menyusul. Bunga mawar dan bunga doa untuk kaummu, Sofie
terkasih.
Puisi adalah
nurani, bisikmu. Demikianlah, kau yakin kata-kata akan menyusup ke telinga para
penghuni kota yang menangis dan tersisih. Yang tertidur akan bangkit, karena
tergugah oleh kata-kata perlawanan dari beberapa untai syair. Tapi engkau tahu.
Betapa syair belum
bisa menusuk kuping-kuping para penjaga pintu peradilan dan para pengawal
gedung parlemen. Betapa pasal-pasal di kitab undang-undang negeri Bayang saja
telah disulap menjadi untaian kata-kata tak bermakna yang orang-orang akan
mudah terjebak oleh para pembuat undang-undangnya.
(Dikutip dari cerpen
Sihar Ramses Simatupang, Kompas, 28 Oktober 2007)
Pada puisi,
penggunaan kata bermakna denotasi dan konotasi harus melalui penelaahan pada
isi puisi keseluruhan. Diksi atau kata yang dipilih oleh penyair tidak berdiri
sendiri. Sebuah kata dapat mengandung banyak makna karena prinsip kepadatan
serta unsur ekspresi pada puisi. Penyair dapat saja mengungkapkan wanita yang
dikasihinya dengan ungkapan bernilai rasa kasar seperti sebutan betina, tapi
tidak berarti kekasihnya wanita nakal, malahan sebaliknya karena intensitas
kemesraannya.
Untuk puisi semua
dapat sah-sah saja bergantung pada kemauan dan maksud penulisnya.
0 Response to "Contoh Penggalan Novel Sastra Nonpopuler"
Post a Comment